
May day 2021
Tak dapat dipungkiri, pandemi Virus Corona (COVID-19) telah menjadi pemukul berat bagi banyak sektor, termasuk roda perekonomian dunia. Bagi kaum buruh, pandemi merupakan cerita suram yang tak kunjung menemukan titik terangnya. Di Tanah Air, terdapat sejumlah hal yang harus diperhatikan di tengah kondisi saat ini, seperti pemotongan gaji para pekerja, buruh yang terpapar Covid-19, dirumahkannya para buruh, pemutusan hubungan kerja (PHK), hingga nasib para pekerja migran yang semakin tak menentu. Hal tersebut secara langsung menghambat laju aktivitas sehari-hari serta berujung pada peningkatan golongan yang rentan akan kelangsungan hidup di kedepannya.
Keputusan pemerintah untuk mengesahkan "UU Cipta Kerja", pada 2 November 2020 lalu menuai protes dari kalangan buruh terutama pada Peraturan Pemerintah (PP) klaster ketenagakerjaan, yaitu Undang-Undang No. 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja yang menimbulkan ketidakadilan bagi kaum buruh. Terlebih, penghapusan upah minimum sektoral (UMSK) melalui PP No. 36 Tahun 2021 sebagai turunan dari RUU Cipta Kerja, tidak selaras dengan peraturan yang telah ditetapkan oleh Organisasi Perburuhan Internasional (ILO) Nomor 131 tentang Penetapan Upah Minimum Sektoral karena berbanding terbalik dengan apa yang sudah menjadi persetujuan di tingkat internasional.
​


Tanggal 1 Mei diperingati sebagai Hari Buruh Internasional atau yang kerap disebut dengan “May Day”. Peringatan tahunan tersebut selalu menjadi momentum khususnya bagi para buruh untuk menyuarakan harapan serta aspirasi mereka. Di Indonesia, aksi unjuk rasa tak hanya berlangsung di Ibu Kota Jakarta, tetapi juga di beberapa daerah lain. Namun, sejumlah faktor seperti pandemi serta waktu yang bertepatan dengan bulan suci Ramadhan menjadikan Hari Buruh 2021 tak sesemarak tahun-tahun sebelumnya. Tak menjadikan keadaan yang dihadapi sebagai penghalang untuk bersuara, kali ini gabungan buruh dan mahasiswa di Jakarta mencari cara kreatif dalam menyampaikan aspirasi mereka, salah satunya dengan cara membuat ‘kuburan massal’ sebagai simbol atas banyaknya korban yang berjatuhan akibat ketidakadilan pada sejumlah undang-undang yang mengikat para buruh. Pada kesempatan kali ini, massa demonstrasi menuntut pemerintah untuk mewujudnyatakan hak kesejahteraan buruh yang juga berpengaruh besar pada pemulihan ekonomi nasional.
​
​


Perwakilan dari Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI), Aliansi Badan Eksekutif Mahasiswa Seluruh Indonesia (BEM SI) dan Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia (KAMMI) menaburkan bunga makam pada sejumlah properti berbentuk batu nisan di depan pintu masuk Monas yang terletak di dekat Patung Kuda Arjuna Wiwaha. Beberapa batu nisan tersebut bertuliskan ‘RIP UU Cipta Kerja‘, ‘RIP Outsourching‘, ‘RIP Penggunaan TKA’, hingga ‘RIP PHK Massal’.



Massa demonstrasi yang terdiri dari berbagai serikat buruh dan kelompok mahasiswa bergerak bersama untuk menyuarakan tuntutan yang sama, yaitu penolakan terhadap Omnibus Law UU Cipta Kerja, pemberantasan korupsi bantuan sosial (Bansos), serta memberlakukan upah minimum sektoral. Selain itu, massa juga mendesak pemberian tunjangan hari raya (THR) untuk segera dicairkan utuh tanpa dicicil oleh para pengusaha.

Selang beberapa saat, aparat kepolisian mengenakan alat pelindung diri (APD) lengkap serta menjaga jarak saat membuat barikade yang menghentikan pergerakan massa demonstrasi untuk sejenak. Menggunakan megafon, polisi lainnya mengingatkan massa agar tetap mematuhi protokol kesehatan untuk menghindari penularan Covid-19 sebelum dapat kembali diperbolehkan untuk berjalan ke depan Patung Kuda Arjuna Wiwaha yang merupakan titik utama mereka berorasi.


Massa demonstrasi yang terdiri atas Federasi Perjuangan Buruh Indonesia (FPBI) dan Forum Komunikasi Petani Bersatu (FKPB) menunjukan kesolidaritasan mereka dengan bergandengan tangan dengan satu sama lain.

*All photographs are personal documentations*